Rabu, 05 Juni 2013

detail berita 
 
IT#5 - Hacker, sebutan untuk para pelakon 'manipulasi digital' beberapa waktu lalu ramai dibicarakan. Seperti kasus Wildan, sang peretas atau pengubah Domain Name System (DNS) situs kepresiden RI sempat heboh diwartakan di awal 2013.

Sesungguhnya, apa motif si pelaku sehingga ia bisa menyerang situs kepresiden atau website yang diincarnya. Menurut I Made Wiryana, pakar IT sekaligus dosen Universitas Gunadarma, para penyerang di dunia cyber ini memiliki beragam motif dalam meretas website.

"Attacker (penyerang) ada yang iseng, punya misi politis, ekonomi, popularitas," kata Made kepada Okezone melalui percakapan telefon, Rabu (5/6/2013). Ia mengatakan, akun di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter juga bisa sebagai target para hacker. Namun, menurutnya, untuk menunjukkan bahwa aksi mereka berhasil dan diketahui khalayak, maka mereka bisa menyerang website atau situs yang sifatnya kenegaraan.

"Kalau sekarang lebih sering ke situs pemerintah, dampaknya kepada pemerintah. Kalau sosial media jarang terlihat. Ada yang sengaja dibayar atau mencoba meng-hack (penetration tester). Beberapa penyerang nyari popularitas atau menyampaikan pesan ke publik," jelas Made.

Penyerang ini menurutnya bisa berasal darimana saja. "Motif itu yang mendorong sesuatu. Attack ada motif."

Mengingat saat ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sedang marak menggunakan jejaring sosial seperti Twitter, menurut Made, akun tersebut juga belum tentu bebas terhadap serangan hacker. Ia mengungkapkan, kerentanan tergantung pada pengelola dan Twitter-nya itu sendiri.

Hal yang perlu diperhatikan ialah, menurutnya, orang akan dengan mudah me-mention nama presiden. "Itu implikasi dari komunikasi yang dibuka luas," ungkapnya.

Dengan mudahnya orang me-mention tersebut, maka bisa memperlancar pula kerentanan yang sifatnya semantik (makna kata atau bahasa). "Komunikasi presiden dengan Twitter harus dilakukan dengan hati-hati," imbuhnya.

Yang dimaksud kerentanan semantik ialah, kata-kata SBY bisa di-Retweet dan diubah sekehendak si pelaku, dan di-posting ke media jejaring sosial. "Media sosial rentan terhadap serangan yang sifatnya yang semantik. Media sosial punya viral, menyebar dengan cepat," tuturnya.

Selain kerentanan semantik, Made juga menyebut bentuk serangan yang sifatnya fisik, seperti merusak infrastruktur, kabel atau yang sifatnya hardware. "Serangan fisik itu bisa diidentifikasi, yang sulit serangan semantik, mengungkap kabar bohong bahwa seakan-akan itu situs aslinya," pungkasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, untuk mencegah serangan, tentu ada langkah yang dilakukan si pengelola akun. "Sudah ada SOP (standard operating procedure) atau tata kelolanya," tambahnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.